#navbar-iframe { height:0px; visibility: hidden; display: none; }

Rabu, 05 Desember 2012

Perkemgbangan Kognitif, Bahasa, Emosi pada Masa Kanak-Kanak Akhir dan Implementasinya pada Pendidikan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Akhir masa kanak-kanak (late childhood) berlangsung dari usia enam tahun sampai tiba saatnya individu menjadi matang secara seksual. Permulaan masa akhir kanak-kanak ditandai dengan masuknya anak ke kelas satu. Bagi sebagian anak, hal ini merupakan perubahan besar dalam pola kehidupan anak. Sementara mrnyesuaikan diri dengan tuntutan dan harapan baru dari kelas satu, kebanyakan anak berada dalam keadaaan tidak seimbang; anak mengalami gangguan emosional sehingga sulit untuk hidup bersama dan bekerja sama. Masuk kelas satu merupakan peristiwa penting bagi setiap anak sehingga dapat mengakibatkan perubahan dalam sikap, nilai, dan prilaku. Sebagai calon orang tau dan juga sebagai calon guru kita tentu harus mengetahui perkembangan-perkembangan tersebut supaya kita dapat mendidik anak-anak kita dengan baik dan denga sewajarnya. 1.2 Rumusan masalah a. apa yang di maksud dengan masa akhir kanak-kanak b. aspek perkembangannya c. implemen tasinya dalam pendidikan BAB II PEMBAHASAN A. Masa Akhir Kanak-kanak Masa akhir anak-anak sukar ditentukan, oleh karena ada sebagian dari anak-anak yang cepat menjadi remaja dan sebagian yang lain adalah lambat. Periode ini dimulai setelah anak melewati masa degil, dimana proses sosialisasi telah dapat berlangsung lebih efektif, dan menjadi matang ketika memasuki sekolah. Masa anak sekolah diawali dengan tercapainya kematangan bersekolah (S.C.Utami Munandar, 1991: 1). Seseorang anak dapat dikatakan matang untuk bersekolah apabila anak telah mencapai kematangan fisik, intelektual, moral, dan sosial. Matang secara fisik maksudnya, apabila anak telah sanggup untuk menuruti secara jasmaniah tata tertib sekolah. Misalnya, duduk dengan tenang, tidak makan di dalam kelas ketika berlangsungnya pembelajaran, dan lain sebagainya. Matang secara intelektual maksudnya, apabila anak telah sanggup menerima pelajaran secara sistematis, terus menerus, dapat menyimpannya dan nantinya dapat memproduksi pelajaran tersebut. Matang secara moral, jika anak telah sanggup menerima pelajaran moral, misalnya pelajaran budi pekerti, etiket, serta telah sanggup melaksanakannya. Telat juga ada rasa tanggung jawab untuk melaksanakan peraturan sekolah sebaik-baiknya. Matang secara sosial, apabila anak telah sanggup untuk hidup menyesuaikan diri dengan masyarakat sekolah. Masa akhir kanak-kanak menurut psikologi islam adalah tahap tamyiz, fase ini anak mulai mampu membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang salah. Pada usia ini Nabi muhammad memberikan contoh bahwa anak sudah diperintahkan untuk melakukan shalat sebagaimana Hadits Nabi: Artinya:....... Perintahlah anak-anak kalian melakukan shalat ketika ia berusia tujuh tahun, dan pukullah ia jika meninggalkannya apabila berusia sepuluh tahun dan pisahkan ranjangnya (HR. Abu Dawud dan al-Haki dari Abd Allah ibn Amar). Hadis tersebut mengisyaratkan ketika anak berusia tujuh tahun memerintahkan orang tua untuk memukul anaknya yang meninggalkan sholat, makna memukul tidak bersifat biologis, tetapi secara psikologis dengan mengingatkan yang dapat menggugah kesadarannya untuk melakukan shalat. B. Aspek-Aspek Perkembangan 1. Perkembangan Kognitif Sejalan dengan meluasnya dunia anak ketika mulai masuk sekolah, minat dan pengalaman bertambah, sehingga ia lebih dapat memahami orang-orang, obyek-obyek, dan situasi-situasi di sekitarnya. Pada usia ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan menghitung). Menurut teori piaget pemikiran anak-anak usia sekolah dasar disebut pemikiran oprasional kongkrit (concrete oprational) thought), menurut Piaget, oprasi adalah hubungan hubungan logis di antara konsep-konsep atau skema-skema. Sedangkan oprasi kongkrit adalah aktivitas mental yang difokuskan pada objek-objek dan peristiwa-peristiwa nyata atau kongkrit dapat di ukur . Menurut piaget, anak-anak paa massa kongkrit operasional ini mampu menyadari konservasi, yakni kemampuan anak untuk berhubungn dengan sejumlah aspek yang berbeda secara serempak (Johnson dan Medinnus, 1974). Hal ini adalah karena pada massa ini anak telah mengembangkan tiga macam proses yang disebut dengan oprasi-oprasi, yaitu : a. Negasi (negiation) Pada masa pra-oprasional anak hanya melihat keadaan permulaan dan akhir dari deratan benda, yaitu pada mulanya keadaanya sama dan pada akhirnya keadaanya menjadi tidak sama. Anak tidak melihat apa yang terjadi di antaranya. Tetapi, pada masa kongkrit oprasional, anak memahami proses apa yang terjadi di antara kegiatan itu dan memahami hubungan-hubungan antara keduanya. Pada deretan benda-benda, anak bisa (melalui kegiatan mentalnya) mengembalikan atau membatalkan perubahan yang terjadi sehingga bisa menjawab bahwa jumlah benda-benda adaalah tetap sama . b. Resiprokasi (hubungan timbal balik) Ketika anak melihat bagai mana deretan dari benda-benda itu diubah, anak mengetahui bahwa deretan benda-benda bertambah panjang tetapi tidak rapat lagi dibandingkan dengan deretan lain. Karena anak mengetahui hubungan timbal balik antara panjang dan kurang rapat atau sebaliknya kurang panjang tatapi lebih rapat, maka anak tahu pula bahwa benda-benda yang pada kedua deret itu sama. c. Identitas Anak pada masa kongkrit oprasional sudah bisa mengenal satu persatu benda-benda yang ada pada deretan-deretan itu. Anak menghitung, sehingga meskipun benda-benda di pindahkan , anak dapat mengetahui bahwa jumlahnya akan tetap sama (Gunras, 1990). Setelah mampu mengkonservasi angka, maka anak bisa mengkonsevasi dimensi-dimensi lai, seperti isi dan panjang. Ditinjau dari perkembangan kognitif Jean Piaget, masa kanak-kanak akhir (anak sekolah dasar) berada dalam tahap operasi konkret dalam berfikir (usia 7-11 tahun), dimana konsep yang pada awal masa kanak-kanak merupakan konsep yang samar-samar dan tidak jelas hingga menjadi lebih konkret dan tertentu. Tahap operasi konkret tetap ditandai dengan adanya sistem operasi berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata / konkret. Anak masih menerapkan logika berfikir pada barang-barang yang konkret, belum bersifat abstrak apalagi hipotesis. Anak masih kesulitan untuk memecahkan masalah yang mempunyai banyak variabel. Oleh karena itu, meskipun intelegensi pada tahap ini sudah sangat maju, namun cara berfikirnya masih terbatas yakni berdasarkan sesuatu yang konkret. Kemampuan berfikir ditandai dengan adanya aktifitas-aktifitas mental seperti mengingat, memahami dan memecahkan masalah. Anak sudah lebih mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih logis. akan tetapi, pemikirannya tidak sekabur seperti pada masa kanak-kanak, melainkan menjadi lebih spesifik dan konkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar menghubungkan konsep-konsep baru dengan konsep-konsep lama. Di samping itu, ia memperoleh dan arti baru melalui media massa, terutama film, radio, dan telivisi. Berdasarkan pengalaman-pengalaman ini, ia membentuk konsep-konsep tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, hidup dan mati, konsep tentang dirinya, peran sosial, peran jenis kelamin, moral, dan sebagainya. Ketika anak membaca buku pelajaran di sekolah dan mencari keterangan dari ensiklopedia atau sumber-sumber informasi lain, ia tidak hanya mempelajari arti baru untuk konsep tetapi juga memperbaiki arti yang salah yang dihubungkan dengan konsep lama. Pengalaman sendiri juga memberikan makna bagi konsepnya. Pengalaman berwisata, misalnya akan mewarnai konsep tentang pariwisata. Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan atau kecakapan baru, yaitu mengklarifikasikan (mengelompokkan), menyusun atau mengasosiasikan (menghubungkan atau menghitung) angka-angka atau bilangan. Kemampuan yang berkaitan dengan dengan perhitungan (angka), seperti menambah, mengurangi, mengalihkan, dan membagi. Di samping itu, pada akhir masa ini anak sudah memilki kemampuan memecahkan masalah (problem solving) yang sederhana. Dalam rangka mengembangkan kemampuan mental-inteketual, maka sekolah (guru) seyogyanya memberikan kesempatan kepada anak untuk mengemukakan pertanyaan, memberikan komentar atau pendapatnya tentang materi pelajaran yang dibacanya atau dijelaskan guru, membuat laporan (hasil study tour) atau diskusi kelompok. 2. Perkembangan Bicara (Bahasa) Berbica merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain . Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak perbendaraan kata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Cara-cara anak-anak memikirkan kata-kata berubah selama masa kanak-kanak menengah dan akhir . mereka menjadi kurang terikat pada tindakan dan persepsi yang di asosiasiakan dengan kata-kata, dan manjadi lebih analitisdalam pendekatan merekaterhadap kata-kata . anak-anak persekolahan pada umumnya merespon dengan suatu kata yang sering kali mengikuti kata yang di jadikan setimula. Contohnya , ketika diminta merespon kata “dog”, anak-anak yang masih belia mengatakan “barks “ (menggonggong), kata “eat”, dengan “lunch” (makan siang). Akan tetapi pada usia 7 tahun , anak-anak mulai merespon dengan kata yang terletak dalam satu konteks makna dengan stimulan. Contohnya, seorang anak mungkin merespon kat “ dog’ dengan “cat” atau “horse”. Pada kata eat, anak usia usia 7 tahun mungkin merespon” drink”. Hal ini membuktikan bahwa anak mulai mengkatagorikan kosakata mereka dengan bagian dari pembicaraan . Usia SD merupakan masa berkembang pesatnya kemampuan mengenal dan menguasai perbendaraan kata (vocabulary). Dengan dikuasainya keterampilan membaca dan berkomunikasi dengan orang lain, anak sudah gemar membaca atau mendengarkan cerita yang bersifat kritis. Pada masa ini, karena dibarengi dengan taraf berfikir yang sudah maju maka dia banyak menanyakan soal waktu dan sebab akitab. Terdapat dua faktor penting yang mempengaruhi perkembangan bahasa, yaitu sebagai berikut: a. Proses jadi matang dalam hal organ-organ suara / bicara sudah berfungsi untuk berkata-kata. b. Proses belajar, maksudnya bahwa anak yang telah matang untuk berbicara, lalu mempelajari bahasa orang lain dengan jalan mengimitasi atau meniru ucapan atau kata-kata yang didengarnya. Kedua proses tersebut berlangsung sejak masa bayi dan kanak-kanak, sehingga pada saat masuk SD anak sudah sampai pada tingkat dapat membuat kalimat yang mendekati sempurna, dapat membuat kalimat majemuk, dan dapat menyusun dan mengajukan pertanyaan. Dengan meluasnya cakrawala anak-anak, mereka menemukan bahwa berbicara merupakan sarana penting untuk memperoleh tempat di dalam kelompok. Dalam hal ini yang terpenting adalah bahwa ia mampu mengerti apa yang dikatakan orang lain. Kalau anak tidak dapat mengerti apa yang dikatakan orang lain, tidak saja bahwa dia tidak diterima dalam kelompok. Bantuan untuk memperbaiki pembicaraan pada masa kanak-kanak akhir menurut Hurlock, berasal dari empat sumber. Antara lain; orang tua, radio, televisi, dan sekolah. Setelah anak belajar membaca ia menambah kosa kata dan terbiasa dengan bentuk kalimat yang benar. Setelah anak mulai sekolah, kata-kata yang salah ucap dan arti-arti yang salah biasanya cepat diperbaiki oleh guru . 3. Perkembangan Emosi Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku individu, termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, sepertiperasaan senang, bergairah, bersemangat, atau rasa ingin tahu akan mempengaruhi individu untuk konsentrasi terhadap aktifitas belajar. Sebaliknya, jika emosi negatif seperti perasaan tidak senang, kecewa, tidak bergairah, maka proses Masa remaja adalah masa puncak emosionalitas , yaitu perkembangan emosi yang tinggi . pada masa remaja awal, perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap bebagai peristiwa atau situasi sosial. Emosinya bersifat negatif dan temramental (mudah tersinggung/marah atau mudah sedih/murung) belajarakan mengalami hambatan, dalam arti individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar. Menginjak usia sekolah, anak mulai menyadari bahwa mengungkapkan emosi secara kasar tidaklah diterima di masyarakat. Oleh karena itu, dia mulai belajar untuk mengendalikan dan mengontrol ekspresi emosinya. Kemampuan mengontrol emosi diperoleh dari meniru dan latihan. Dalam proses peniruan, kemampuan orang tua dalam mengendalikan emosinya sangat berpengaruh. Apabila anak berkembang dalam lingkungan keluarga yang suasana emosionalnya stabil, maka perkembangan emosi anak cenderung stabil. Emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. Pada umunya, masa kanak-kanak akhir merupakan periode yang relatif tenang yang berlangsung sampai mulainya masa puber. Ini disebabkan oleh beberapa hal; pertama, peranan yang harus dilakukan anak yang lebih besar sudah terumus dengan jelas. Kedua, permainan dan olah raga merupakan bentuk pelampiasan emosi yang tertahan, terakhir, dengan meningkatnya keterampilan yang dikuasai dan dilakukan oleh anak, mereka tidak mengalami kekecewaan dalam usahanya untuk menyelesaikan berbagai macam tugas dibandingkan usia sebelumnya. Pola emosional pada masa kanak-kanak akhir umumnya berbeda dengan masa kanak-kanak awal dalam dua hal. Pertama, jenis situasi yang membangkitkan emosi, dan kedua, bentuk ungkapannya, keduanya tersebut merupakan akibat dari pengalaman dan belajar. Pola emosi yang umum adalah; amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. C. Implementasinya pada pendidikan Dalam mempelajari psikologi perkembang pada masa kana-kanak akhr yang pada bab ini membahas tentang perkembangan kognitif, bahasa, serta emosional anak, ini sangat berman faat sekali bagi kita semua sebagai seorang calon guru, bagai mana cara kita untuk mengajar murid-murid kita yang masih berada pada masa kanak-kanak ahir atau mendekati remaja. Dalam hal untuk menigkatkan kognitif anak, guru dapat melakukan hal-hal bisa membuat anak semangat untuk blajar dengan cara membuat diskusi kecil melakukan tanya jawab dan membuat pertanyaan-pertanyan, karena pada masa ini anak sudah mampu berfikir dengan di tandai dengan adanya aktifitas-aktivitas mental seperti mengingat, memahami dan mampu memecahkan masalah. Anak sudah mampu berfikir, belajar, mengingat, dan berkomunikasi, karena proses kognitifnya tidak lagi egosentrisme, dan lebih egois. Dan ada hal yang harus di hidari guru, yaitu janga samapi mengekan anak dan jangan samapi tidak membirikan tanggapan atas pertanyan anak, karena pada masa ini sikap egois anak sangat tinggi atau masih sensitif sekali. Dalam minyikapi perkembangan bahasa anak guru juga dapat melaukan hal-hal yang dapat menigkatkan kemampun bahasa anak yaitu dengan cara mengajak berkomunikasi dan bercerita dan mengajak untuk gemar membaca karena dengan membaca akan meltih ketrampilan bahsa anak. Serta dalam menyikapi emosi anak guru harus hati-hati dan extra sabar karena pada masa ini emosi-emosi yang secara umum dialami pada tahap perkembangan usia sekolah ini adalah marah, takut, cemburu, iri hati, kasih sayang, rasa ingin tahu, dan kegembiraan. Hal tersebut sering membuat kondisi kelas kurang kondusif. Jadi pinter-pintarlah guru menyikapi hal tersebut. BAB III PENUTUP KESIMPULAN ini’Masa akhir kanak-kanak sering disebut sebagai masa tamyiz masa sekolah atau masa sekolah dasar. Masa ini dialami anak usia 6 tahun sampai masuk ke masa pubertas dan masa remaja awal yang berkisar pada usia 11-13 tahun.Aspek-Aspek Perkembangan : Perkembangan Kognitif Sejalan dengan meluasnya dunia anak ketika mulai masuk sekolah, minat dan pengalaman bertambah, sehingga ia lebih dapat memahami orang-orang, obyek-obyek, dan situasi-situasi di sekitarnya. Pada usia ini anak sudah dapat mereaksi rangsangan intelektual, atau melaksanakan tugas-tugas belajar yang menuntut kemampuan intelektual atau kemampuan kognitif (membaca, menulis, dan menghitung). Perkembangan Bicara Berbica merupakan alat komunikasi terpenting dalam berkelompok. Anak belajar bagaimana berbicara dengan baik dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bertambahnya kosakata yang berasal dari berbagai sumber menyebabkan semakin banyak perbendaraan kata yang dimiliki. Anak mulai menyadari bahwa komunikasi yang bermakna tidak dapat dicapai bila anak tidak mengerti apa yang dikatakan oleh orang lain. Masa remaja adalah masa puncak emosionalitas , yaitu perkembangan emosi yang tinggi . pada masa remaja awal, perkembangan emosinya menunjukan sifat yang sensitif dan reaktif yang sangat kuat terhadap bebagai peristiwa atau situasi sosial. Emosinya bersifat negatif dan temramental (mudah tersinggung/marah atau mudah sedih/murung) seorang guru yang paham tetang perkembangan psikologi anak didiknya pastinya akan mengajar dengan baik dan benar sesuai dengan perkembang anak didiknya, dan juga porsi serta cara untuk mengajar akan sesuai juga. DAFTAR PUSTAKA Mashar Riana, Emosi Anak Usia Dini dan Strategi Pengembangannya Jakarta: Kencana, 2011. B. Hurlock Elizabeth, Psikologi Perkembangan, Jakarta: Erlangga, 1980. Hidayati Wiji , Purnami Sri , Psikologi Pengembangan Yogyakarta: BA UIN Suka, 2008 . SANTROCK, John W, Perkebangan anak , Jakarta: Erlangga, 2007. Desmita, Psikologi Perkembangan, Bandung: Remaja Rosdakarya, 2010. Yuliani Rochmah Elfi, Psikologi Pengembangan ,Yogyakarta: STAIN Ponorogo Press dan TERAS, 2005.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar